Saturday 9 August 2008

Siluet

Suara gemuruh hujan menderai menembus dinding-dinding sunyi, seakan berbisik seram. Ranting pepohonan yang kelihatan dari kaca jendela, terpantul ke langit-langit kamar. Memberi gambaran fatamorgana sebuah tangan yang ingin mencengkram. Seorang gadis kecil tertidur lelap dalam balutan piama pink. Perlahan dia menggeliat, menyenggol boneka di sampingnya hingga tergolek di lantai.

Perlahan terdengar suara pintu kamar dibuka. Seorang wanita, dengan pakaian rapi namun terlihat letih perlahan menghampiri gadis kecil yang sekarang sudah berada di alam bawah sadar. Mencondongkan perlahan wajahnya ke kening gadis kecil, kemudian mengecupnya dengan sayang.

“ Mama…” gerutu gadis itu perlahan, terbangun dari tidurnya.

Wanita yang di panggil Mama tadi menghentikan langkahnya. Kembali mentap gadis kecil tersebut, kemudian menunjukkan senyum terindahnya.

“ Kok terbangun sih. Besok kan masih harus sekolah.” Ujarnya seraya menyanding anaknya, mengusap lembut keningnya.

“ Ma, Enellis pingin dibacain dongeng. Mama kan udah janji!”, keluhnya manja. Enellis menggeliat kea rah dekapan Mamanya.

“ Wah….gimana ya. Ehm…mau di donggenin apa? “

“ Enellis mau yang beda!” tuntut Ennelis.

“ Wah….. apa ya., Ehm, gini bagaimana kalo Mama kasih wejangan aja buat Enellis. Habis, Mama gak bisa dongeng sih.”, pinta Mamanya.

Enellis mengangguk, dan bersiap mendengar wejangan dari Mamanya.

“ Sayang, mungkin kalo Papamu dengar ini, dia akan marah-marah. Dia paling cemburu kalo kita lagi membicarakan jika kamu sudah dewasa kelak. Sepertinya Papamu mengidap brother complex.” Mama Enellis kemudian terkikik ringan. Enellis yang masih terlalu kecil agak binggung dengan tingkah Mamanya.

“ Ketika kita bertemu dengan orang yang tepat untuk di cintai, ketika kita ada di tempat yang tepat itu adalah kesempatan. Ketika kamu bertemu dengan orang yang menurutmu menarik itu bukan pilihan itu kesempatan. Terjebak dalam situasi tersebut dan banyak orang menjadi pasangan karena ini, itu bukan kesempatan, itu pilihan. Ketika kamu memutuskan untuk mencintai seseorang dengan segala keburukan itu bukan kesempatan, itu pilihan. Waktu kamu memutuskan untuk bersama dengan seseorang apapun yang terjadi itu pilihan. Walaupun kamu sadar masih banyak yang lebih kaya, lebih tampan, dan lebih menarik di luar sana, itu juga pilihan. Dan cinta yang bertahan lama adalah cinta yang murni pilihan. “

Enellis mendongak heran bercampur binggung ke Mamanya.

“ Enellis binggung. Yang bisa Enellis tangkap cuma kata pilihan sama kesempatan Mama.” Ujarnya polos.

“Hahahhahah…Belum sayang. Belum waktunya kamu mengerti. Mama hanya berharap kamu terus mengingat kata Mama ini.”

Enellis mengangguk polos.

“ Satu lagi. Kita tercipta di dunia ini bukan untuk mencari seorang yang sempurna sebagai seorang yang mendampingi kita kelak, tetapi untuk belajar mencintai ketidak sempurnaan orang dengan cara yang sempurna.”

“ Kesimpulannya, Mama ingin Enellis bahagia. Menemukan orang yang tepat kelak. Mama memberikan nasehat ini, agar Enellis menjadi orang yang bijak memilih pasangan. Bukan hanya melihat covernya saja, tetapi juga melihat hatinya. Seperti yang Mama katakana tadi. Hidupmu adalah pilihan sayang. Terhimpit suatu masalah yang menyesakkan dada, semua orang pasti mengalaminya. Tapi, apakah kita pernah sadar. Di dunia selalu tersedia pilihan. Tinggal manusia itu sendiri, memilih kebaikan atau keburukan, sebagai menyelesaikan masalah.”

Enellis menguap.

“ Sepertinya kamu sudah ngantuk. Teruskan tidurmu.” Ujar mama, seraya menmbaingkan Enellis di tempat tidur.

“ Apa seperti Mama dan Papa ?”, Tanya Enellis.

“ Maksudmu?”, Tanya Mamanya binggung.

“ Cinta yang sejati. Cinta yang murni pilihan. Cinta yang sempurna dengan ketidaksempurnaan.”

Mama Enellis hanya tersenyum renyah. Mengecup kening anaknya. “Selamat malam!”

Pintu di tutup keadaan kembali sunyi. Enellis kembali dalam lelap mimpinya.

*******

Kerumunan orang bergerumbul di depan rumah Enellis, gadis kecil yang baru pulang sekolah ini, menatap heran kerumunan orang yang mehujankan tatapan kasihan kepadanya, sesekali ada yang berbisik-bisik dengan yang lain memberikan ucapan prihatin. Seperti biasa di berlali kea rah ruang tamu, biasanya Mamanya akan ada id sana untuk emnyambut kedatangganya, namun suasana ruang tamu sangat suram. Isak tangis orang-orang yang mengenakan pakaian hitam memenuhi ruang tamu Enellis.

“ Bik Mina, ada apa kenapa orang-orang banyak yang nangis di rumah.” Bisik Enellis.” Non…sabar ya Non.” Ujar Mina dengan air mata yang membanjiri pipinya.

“ Kasihan ya. Msih kecil sudah ditinggal dua orangtuannya. Tidak di sangka kehidupannya yang sempurna hancur dalam satu jentika Tuhan.” Kata wanita yang mengenakan kerudung, yang berdiri tak jauh dari Enellis.

“ Iya, bagaimana ya nasip gadis kecil itu. Dia kan sudah tidak punya kerabat, Mama dan Papanya kan kawin lari.” Jawab wanita paruh baya, yang dikenal Enellis sebagai Tante Diana, teman arisan Mamanya.

“ Enellis!”, sapa seorang lelaki belasan tahun dari arah belakang.

Enellis mendongak. Menatap heran kearah pemuda tampan yang memanggilnya. “ Siapa?”, Tanya Enellis curiga.

Pemuda tampan tersebut berjalan perlahan menghampiri Enellis.” Aku Samuel Abraham Yusuf. Kamu bisa panggil aku Sam.”, ujar pemuda itu dengan menyuguhkan senyum termanisnya. “ Kak Sam, namanya kok sama kayak Papa. Papa kan Anderson Abraham Yusuf?”, tannyanya dengan polos.

“ Iya, nanti aku jelaskan. Sekarang ikut kakak ya. Kita akan ketemu dengan Kakek.”

“ Kakek? Kakek


No comments: